Kamis, 21 April 2011

Suku aborigin

Suku Aborigin diduga merupakan astronom pertama di dunia (Foto: 
Google image)
Suku Aborigin diduga merupakan astronom pertama di dunia (Foto: Google image)
MELBOURNE - Susunan batu di pinggiran kota Melbourne, Australia, menyiratkan dugaan bahwa suku Aborigin merupakan astronom pertama di dunia.

Para ilmuwan menemukan susunan batu yang diletakkan secara teratur di sebuah peternakan dekat Gunung Rothwell, sekira 50 mil di barat Melbourne. Melihat susunan batu yang begitu teratur, mereka yakin batu-batu besar itu merupakan cara suku Aborigin mengamati pergerakan matahari.

Jika dugaan itu terbukti benar, berarti susunan batu ini sudah ada jauh sebelum monumen pra-sejarah Stonehenge di Inggris serta piramida di Mesir, atau sekira 10 ribu tahun lalu.

"Batu-batu ini diletakkan secara rapi untuk mengetahui pergerakan matahari," ujar ahli astrofisika Profesor Ray Norris seperti dilansir Daily Mail, Sabtu (5/2/2011).

"Ini tidak mungkin hasil pekerjaan asal-asalan. Susunan ini membutuhkan pengaturan yang sangat teliti," lanjut Norris lagi.

Susunan batu itu ditemukan dalam posisi setengah lingkaran, dimana dua titiknya membentuk garis lurus dengan posisi matahari pada siang hari di musim panas.

Masih dibutuhkan riset lebih lanjut terkait penemuan ini. Namun, kini para ilmuwan mengetahui bahwa susunan batu di Stonehenge terbilang cukup baru dalam dunia astronomi.

Stonehenge diyakini sudah ada sejak 1.500 tahun lalu, yang didirikan untuk mengukur pergerakan matahari dan bulan.

Sementara, piramida di Mesir disinyalir berdiri sekira 3.200 tahun sebelum Masehi.


Ritual Adat Suku Aborigin Australia

Semarak Perayaan 'Australia Day'
Tanggal 26 Januari adalah hari yang istimewa bagi negara Australia. Hari yang disebut 'Australia Day' ini adalah hari perayaan nasional. Tradisi perayaan ini dimulai pada awal abad ke 19 yaitu untuk memperingati First Landing Day atau Foundation Day. Ini adalah hari peringatan berlabuhnya kapal yang dikomandani oleh Captain Arthur Phillips di Sydney Cove pada 1788.
Penduduk suku Aborigin ambil bagian dalam upacara Woggan-ma-gule saat perayaan 'Australia Day' di Sydney, Rabu, (26/1). (Foto: AP Photo/ Rick Rycroft) 
Penduduk suku Aborigin ambil bagian dalam upacara Woggan-ma-gule saat perayaan 'Australia Day' di Sydney, Rabu, (26/1). (Foto: AP Photo/ Rick Rycroft) 
Penduduk suku Aborigin ambil bagian dalam upacara Woggan-ma-gule saat perayaan 'Australia Day' di Sydney, Rabu, (26/1). (Foto: AP Photo/ Rick Rycroft) 
Seorang lelaki Aborigin ambil bagian dalam upacara Woggan-ma-gule saat perayaan 'Australia Day' di Sydney



Sumber : http://budayasukuaborigin.blogspot.com/

Minggu, 17 April 2011

Suku Sasak Lombok(NTB)

Penduduk asli pulau Lombok di dominasi oleh suku SASAK yang mendiami daerah bagian selatan dan utara Pulau Lombok dan sebagian besar penduduk asli pulau Lombok berdomisili di perbukitan dan pegunungan.


Adat istiadat suku sasak dapat anda saksikan pada saat resepsi perkawinan, dimana perempuan apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan "MERARIK" atau "SELARIAN". Sehari setelah dilarikan maka akan diutus salah seorang untuk memberitahukan kepada pihak keluarga perempuan bahwa anaknya akan dinikahkan oleh seseorang, ini yang disebut dengan "MESEJATI" atau semacam pemberitahuan kepada keluarga perempuan. Setalah selesai makan akan diadakan yang disebut dengan "NYELABAR" atau kesepakatan mengenai biaya resepsi.



AGAMA

Sebagian besar penduduk suku SASAK beragama islam dan sebagian kecil dari mereka ada yang disebut dengan istilah "ISLAM WEKTU TELU". Islam Wektu Telu ini terbentuk dari sejarah peninggalan penyebaran agama islam yang dilakukan oleh 9 Wali atau yang disebut denga "WALI SONGO" dari JAWA. Dimana pada saat itu ISLAM belum sempurna disampaikan kepada penduduk suku SASAK.


BAHASA
Bahasa Sasak, terutama aksara (bahasa tertulis) nya sangat dekat dengan aksara Jawa dan Bali, sama sama menggunakan aksara Ha Na Ca Ra Ka …dst. Tapi secara pelafalan cukup dekat dengan Bali.

Menurut ethnologue yang mengumpulkan semua bahasa di dunia, Bahasa Sasak merupakan keluarga (Languages Family) dari Austronesian Malayo-Polynesian (MP),Nuclear MP, Sunda-Sulawesi dan Bali-Sasak.

Sementara kalau kita perhatikan secara langsung, bahasa Sasak yang berkembang di Lombok ternyata sangat beragam, baik dialek (cara pengucapan) maupun kosa katanya. Ini sangat unik dan bisa menunjukkan banyaknya pengaruh dalam perkembangannya. Saat Pemerintah Kabupaten Lombok Timur ingin membuat Kamus Sasak saja, mereka kewalahan dengan beragamnya bahasa sasak yang ada di lombok timur, Walaupun secara umum bisa diklasifikasikan ke dalam: Kuto-Kute (Lombok Bagian Utara), Ngeto-Ngete (Lombok Bagian Tenggara), Meno-Mene (Lombok Bagian Tengah), Ngeno-Ngene (Lombok Bagian Tengah), Mriak-Mriku (Lombok Bagian Selatan)

Dari Aspek Bahasa, Papuk Bloq kita bisa jadi berasal dari Jawa (Malayo-Polynesian), Vitname atau Philipine ( Austronesian), atau dari Sulawesi (Sunda-Sulawesi).
Kehidupan SosialMata Pencaharian mayoritas penduduk adalah berladang. Mereka menanam jagung, tomat dan Lebuikoma (kacang kedelai) di Parkir Batuko. Mereka juga memakai sistem Tumpang Sari, Lekuk Lungkung. Ladang mereka dapat dijumpai di ujung route Senaru. Di dekat ladang penduduk ini juga sekarang dikembangkan Proyek Pembangunan Pusat Pengembangan Gaharu yang dikelola oleh Ditjen Rehabilitasi Lahandan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan dan Perkebunan dan Universitas Mataram. Selain berladang, mereka juga berternak Kambing dan Kerbau unutk dijual dagingnya di saat acara-acara keagamaan. Selein itu, mereka juga berburu kijang dengan menggunakan senjata Pemangan (menyerupai tombak) dan Rajut (menyerupai Bambu runcing). Di perkampungan tersebut kami juga mendapati beberapa bangunan menyerupai gardu yang rupanya adalah tempat mereka mengadakan musyawarah-musyawarah kampung ataupun sekedar kumpul-kumpul. Mereka tidak mempunyai tempat peribadatan tertentu. Di Suku sasak ini, tidak terdapat paksaan dalam pernikahan. Pemuda/I Sasak dapat memilih pasangannya dengan bebas, bahkan dapat pula dengan orang luar. Pernikahan dibiayai oleh orang tua pihak wanita. Proses pernikahan memakan waktu sekitar 1 bulan, walau akad nikah (didampingi kyai) hanya memakan waktu 3 hari. Dalam rangka mempertahankan jumlah penduduknya yang 80 orang, apabila suatu keluarga mempunyai putra lebih dari 1, maka hanya anak pertama saja yang diharuskan untuk tinggal di perkampungan, sementara sisanya diharuskan unutk meninggalkan kampung untuk merantau. 
RITUAL SAKRAL
Banyak hal menarik yang bisa dilihat pada kebudayaan suku Sasak, Lombok ini. Disamping alam dan panoramanya yang indah, Lombok juga yang merupakan wilayah yang didiami oleh Suku Sasak menyimpan berbagai tradisi dan ritual upacara yang sangat menarik untuk disaksikan. Beberapa ritual upacara yang menurut Budaya Nusantara sangat menarik untuk disaksikan antara lain: Upacara Bau Nyale, Periseian, Bebubus Batu dan Parang Topat.
Bagaimana prosesi dan apa menariknya keempat tradisi Suku Sasak tersebut, inilah gambaran singkatnya:
1. Bau nyale
Bau Nyale adalah sebuah peristiwa atau tradisi sakral yang sarat akan legenda yang melatar belakangi ritual tersebut. Dikisahkan, pada zaman dahulu kala hiduplah seorang putri yang cantik jelita dan banyak diperebutkan oleh banyak putra mahkota dari raja-raja di Nusantara. Putri cantik itu bernama Putri Mandalika. Ia seorang putri Raja Tonjang Baru yang kerajaannya berada di wilayah yang didiami oleh suku Sasak sekarang ini.
Karena kecantikannya yang banyak menarik para putra mahkota untuk meminangnya hingga Putri Mandalika menjadi bingung untuk menerima atau menolak salah satu dari mereka. Bila salah satu ditolak pinangannya maka tak pelak lagi pasti akan terjadi peperangan seperti lazimnya zaman itu di mana tradisi pada saat itu yang menganggap penolakan sebuah pinangan dianggap sebagai suatu pelecehan martabat dan harga diri.
Karena kebingungan dan kecemasan akan meletusnya peperangan hanya karena pinangan mereka ditolak, maka pada akhirnya Putri Mandalika, pada tanggal 20 bulan kesepuluh memutuskan untuk menceburkan diri ke laut lepas, hingga akhirnya tewas dan kemudian menjelma menjadi roh halus yang mendiami kawasan tersebut.
Dasar kepercayaan inilah yang kemudian menjadi pijakan bagi Suku Sasak untuk menyelenggarakan ritual Bau Nyale secara rutin. Suku sasak percaya bahwa Nyale merupakan jelmaan dari Putri Mandalika yang oleh karenanya sebelum diambil dan dimanfaatkan harus diberi penghormatan khusus terlebih dahulu. Nyale sendiri sebenarnya adalah sejenis binatang laut berkembang biak dengan bertelur, perkelaminan antara jantan dan betina. Upacara ini diadakan setahun sekali pada setiap akhir Februari atau Maret. Bagi masyarakat Sasak, Nyale dipergunakan untuk bermacam-macam keperluan seperti santapan (Emping Nyale), ditaburkan ke sawah untuk kesuburan padi, lauk pauk, obat kuat dan lainnya yang bersifat magis sesuai dengan keyakinan masing-masing.
2. Periseian
Pariseian sebenarnya adalah sebuah tradisi yang digelar rutin tiap tahun oleh masyarakat suku Sasak di mana dalam Periseian ini diadakan sebuah pertarungan antar dua orang di arena dengan bersenjatakan sebilah rotan dengan lapisan aspal dan pecahan kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai (Ende) terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Setiap pemainnya/pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain panjang.
Periseian sendiri pada awalnya adalah sebuah latihan pedang dan perisai oleh prajurit kerajaan di Lombok sebelum mereka menghadapi perang yang sesunggunya di medan perang. Namun, dalam perjalanannya Periseian ini kemudian berkembang dan tetap dilaksanakan hingga kini oleh suku Sasak sebagai ajang bertarung di arena dengan juri sebagai pengatur pertandingan. Suku Sasak tahu betul akan sportifitas, dan karenanya meski dalam arena mereka sampai berdarah-darah terkena sabetan rotan lawannya namun di luar arena mereka sama sekali tak ada dendam satu sama lain. Mereka tahu betul bahwa itu hanya sebuah permainan yang karenanya tak perlu di bawa hingga ke hati dan menimbulkan dendam hanya karena terluka pada saat bertarung di arena.
3. Bebubus Batu
Bebubus batu adalah sebuah ritual upacara yang masih dilaksanakan di Dusun Pandang Kecamatan Swela, di mana dalam upacara bebubus batu ini seperti juga arti dari kata bebubus yang berasal dari kata bubus yaitu sejenis ramuan obatan yang terbuat dari beras dan dicampur dengan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan sedangkan batu adalah sebuah batu tempat untuk melaksanakan upacara yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat.
Prosesi acara ini dipimpin oleh Pemangku adat yang diiringi oleh kiyai, penghulu dan seluruh warga dengan menggunakan pakaian adat dan membawa Sesajen (dulang) serta ayam yang akan dipakai untuk melaksanakan upacara. Upacara Bebubus batu uni dilaksanakan setiap tahunnya yang dimaksudkan adalah untuk meminta berkah kepada Sang Pencipta.
4. Perang Ketupat (Perang Topat)
Upacara perang topat ini dilaksanakan oleh mereka yang berprofesi sebagai petani sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas karunia yang telah diberikan dan sekaligus awal dari sebiah harapan akan berkah sang Pencipta agar pada tahun-tahun mendatang mereka diberi karunia hujan yang cukup, tanah yang subur untuk ditanami, dan panen ayang berlimpah.
Secara teknis, upacara perang topat ini adalah saling melempar ketupat antara dua pihak dalam satu arena yang disebut dengankemalig. Dalam upacara perang topat ini bisa digelar hingga berhari-hari dengan berbagai rangkaian di dalamnya. Tiga hari sebelum upacara saling melempar ketupat itu dilakukan upacara yang sifatnya sebagai persiapan. Pada tahap persiapan itu, kemalig, arena dan alat-alat upacara dibersihkan. Sehari sebelum upacara mereka membuat janur (kebun odeg), artinya kebun kecil agung yang nantinya akan dibawa kemalig. Sebelum perang dimulai, ada acara penyembelihan kerbau dan acara-acara lainnya.

SUMBER :

Jumat, 15 April 2011

Budaya Suku Dayak

Dayak atau Daya adalah kumpulan berbagai subetnis Austronesia yang dianggap sebagai penduduk asli yang mendiami Pulau Kalimantan, lebih tepat lagi adalah yang memiliki budaya sungai dimasa sekarang yaitu setelah berkembangnya agama Islam di Borneo, sebelumnya Budaya masyarakat Dayak adalah Budaya Maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya. Seperti sebutan Bidayuh dari bahasa kekeluargaan Dayak Bidayauh itu sendiri yaitu asal kata "Bi" yang bearti "orang" dan Dayuh yang bearti " Hulu" jadi Bidayuh bearti "orang hulu". Sebutan Ot Danum yang berasal dari bahasa mereka sendiri yaitu asal kata "Ot" yang bearti hulu dan Danum yang bearti "air" jadi Ot Danum bearti Hulu Air ( sungai ) yaitu orang-orang yang bermukim di daerah hulu. Sebutan Biaju dari bahasa Biaju ( Lama / kuno ) sendiri yang berasal dari kata "Bi" yang bermakna "Orang" dan kata "Aju / Ngaju" yang bermakna hulu jadi Biaju bermakna "orang hulu". Di daerah sarawak Malaysia suku Dayak rumpun Apokayan ( Kayan, Kenyah dan Bahau ) sering disebut "Orang Ulu" ini juga merupakan pe-melayu-an dari kata " Apokayan" itu sendiri. Sementara itu warga Dayak Kendayan setelah kedatangan Islam oleh orang luar juga sering disebut "orang hulu" dan diterjemahkan ke dalam bahasa mereka sendiri dengan kata " Daya". Jadi sangat jelas bahwa sebutan Dayak ini adalah sebutan kolektif karena orang Dayak terdiri dari beragam budaya dan bahasa, yang kehidupannya sangat erat berhubungan dengan sungai ( Budaya Sungai ), hal ini disebabkan karena setelah kedatangan Islam hampir seluruh perkampungan orang-orang Borneo asli yang masih berbudaya asli ( Dayak ) banyak terdapat tidak di pesisir pantai laut lagi ( meski di beberapa wilayah masih terdapat di pesisir pantai Laut ), melainkan di sepanjang daerah aliran sungai ( DAS ). Kata Dayak sendiri selain berasal dari bahasa Dayak Kendayan, juga berasal dari bahasa Dayak kenyah dan Dayak lainnya, yakni dari istilah kata " Daya" yang memiliki dua arti yakni "daerah hulu" dan "kekuatan". ketika ada orang lain yang menanyai seseorang yang hendak ke daerah hulu dimasa lampau dengan kalimat dalam bahasa Dayak Kendayan seperti ini: Ampus Ka mane kau? maka akan di jawab oleh orang yang di tanyai sebagai berikut: Aku Ampus ka daya...yang artinya " pergi ke mana kau? aku pergi ke hulu". Dimasa dahulu dalam naskah-naskah Jawa kuno pulau kalimantan disebut "Nusa Kencana" yang bearti pulau emas, namun oleh orang Jawa kebanyakkan lebih sering disebut "Tanah Sabrang" penghuninya adalah "Orang Sabrang" sebutan orang Dayak oleh orang Jawa di masa lampau. Jadi jelaslah bahwa istilah "Dayak" bukan berasal dari bahasa Jawa yang bermakna sebagai sesuatu yang compang-camping, urakan dan sejenisnya. istilah "ndayakan" dalam bahasa Jawa sendiri tergolong masih baru yaitu terbentuk dimasa penjajahan Belanda. Istilah ini di populerkan oleh para prajurit Belanda yang berasal dari orang Jawa yang ketika mereka datang ke pedalaman jauh kalimantan ( Yang sangat jauh dari pantai ) mereka melihat banyak orang Dayak yang berpakaian seadanya yang terbuat dari kulit kayu atau kain yang sudah compang-camping, lusuh dan urakan. suku bangsa Dayak terdiri atas enam Stanmenras atau rumpun yakni Rumpun atau stanmenras Klemantan alias Kalimantan, Stanmenras IbanStanmenras Apokayan yaitu Dayak Kayan,kenyah dan bahau, Stanmenras MurutStanmenras Ot Danum-Ngaju dan Stanmenras Punan. Penduduk Madagaskar adalah keturunan para pelaut Dayak Ma'anyan dimasa lampau yaitu dimasa Islam belum datang ke Indonesia. mereka masih menggunakan bahasa Dayak Ma'anyan (Bahasa Barito) yang bercampur dengan sedikit bahasa jawa dan melayu.



  • Upacara Tiwah
Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.
Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya (Sandung).
  • Dunia Supranatural
Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman dulu merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan.
Mangkok merah. Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. “Panglima” atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.
Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber “Tariu” ( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu.
Orang-orang yang sudah dirasuki roh para leluhur akan menjadi manusia dan bukan. Sehingga biasanya darah, hati korban yang dibunuh akan dimakan. Jika tidak dalam suasana perang tidak pernah orang Dayak makan manusia. Kepala dipenggal, dikuliti dan di simpan untuk keperluan upacara adat. Meminum darah dan memakan hati itu, maka kekuatan magis akan bertambah. Makin banyak musuh dibunuh maka orang tersebut makin sakti.
Mangkok merah terbuat dari teras bambu (ada yang mengatakan terbuat dari tanah liat) yang didesain dalam bentuk bundar segera dibuat. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan lainnya seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan keberanian (ada yang mengatakan bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam merah untuk terbang, lampu obor dari bambu untuk suluh (ada yang mengatakan bisa diganti dengan sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk tempat berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang persatuan. Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu dan dibungkus dengan kain merah.
Menurut cerita turun-temurun mangkok merah pertama beredar ketika perang melawan Jepang dulu. Lalu terjadi lagi ketika pengusiran orang Tionghoa dari daerah-daerah Dayak pada tahun 1967. pengusiran Dayak terhadap orang Tionghoa bukannya perang antar etnis tetapi lebih banyak muatan politisnya. Sebab saat itu Indonesia sedang konfrontasi dengan Malaysia.
Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan “Palangka Bulau” ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan “Ancak atau Kalangkang” ).

Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak

Senin, 11 April 2011

Kebudayaan Suku Baduy

Kehidupan Suku Baduy
Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat tradisi yaitu suku baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat baduy pada umumnya terletak pada daerah.

Baduy atau biasa disebut juga dengan masyarakat kanekes adalah nama sebuah kelompok masyarakat adat Sunda di Banten. Suku Baduy tinggal di pedalaman Jawa Barat, desa terakhir yang bisa di jangkau oleh kendaraan adalah DESA Ciboleger (jawa barat). Dari desa ini kita baru bisa memasuki wilayah suku baduy luar. Tetapi sebelum kita masuk kewilayah suku baduy kita harus melapor dulu dengan pimpinan adatnya yang di sebut Jaro.


Suku Baduy memiliki tata pemerintahan sendiri dengan kepala suku sebagai pemimpinnya yang disebut Puun berjumlah tiga orang. Pelaksanaan pemerintahan adat kepuunan dilaksanakan oleh jaro yang dibagi kedalam 4 jabatan yang setiap jaro memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampong.


Suku Baduy
Hukum di didalam Masyarakat Baduy

Hukuman disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. Hukuman ringan biasanya dalam bentuk pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan. Yang termasuk ke dalam jenis pelanggaran ringan antara lain cekcok atau beradu-mulut antara dua atau lebih warga Baduy.

Hukuman Berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat. Pelaku pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh Jaro setempat dan diberi peringatan. Selain mendapat peringatan berat, siterhukum juga akan dimasukan ke dalam lembaga pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan adat selama 40 hari. Selain itu, jika hampir bebas akan ditanya kembali apakah dirinya masih mau berada di Baduy Dalam atau akan keluar dan menjadi warga Baduy Luar di hadapan para Pu’un dan Jaro. Masyarakat Baduy Luar lebih longgar dalam menerapkan aturan adat dan ketentuan Baduy.

menariknya, yang namanya hukuman berat disini adalah jika ada seseorang warga yang sampai mengeluarkan darah setetes pun sudah dianggap berat. Berzinah dan berpakaian ala orang kota.

Banyak larangan yang diatur dalam hukum adat Baduy, di antaranya tidak boleh bersekolah, dilarang memelihara ternak berkaki empat, tak dibenarkan bepergian dengan naik kendaraan, dilarang memanfaatkan alat eletronik, alat rumah tangga mewah dan beristri lebih dari satu.

Dari segi berpakain, didalam suku baduy terdapat berbedaan dalam berbusana yang didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada adat saja, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar.Untuk Baduy Dalam, para pria memakai baju lengan panjang yang disebut jamang sangsang, Potongannya tidak memakai kerah, tidak pakai kancing dan tidak memakai kantong baju. Warna busana mereka umunnya adalah serba putih.

Untuk bagian bawahnya menggunakan kain serupa sarung warna biru kehitaman, yang hanya dililitkan pada bagian pinggang. Serta pada bagian kepala suku baduy menggunakan ikat kepala berwarna putih. bagi suku Baduy Luar, busana yang mereka pakai adalah baju kampret berwarna hitam. Ikat kepalanya juga berwarna biru tua dengan corak batik. Terlihat dari warna, model ataupun corak busana Baduy Luar, menunjukan bahwa kehidupan mereka sudah terpengaruh oleh budaya luar. Sedangkan, untuk busana yang dipakai di kalangan wanita Baduy dalam maupun Baduy Luar tidak terlalu menampakkan perbedaan yang mencolok. Mereka mengenakan busana semacam sarung warna biru kehitam-hitaman dari tumit sampai dada. Bagi wanita yang sudah menikah, biasanya membiarkan dadanya terbuka secara bebas, sedangkan bagi para gadis buah dadanya harus tertutup.
Blog dengan ID 26250 Tidak ada
Di dalam proses pernikahan pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing.

Setelah mendapatkan kesepakatan, kemudian dilanjutkan dengan proses 3 kali pelamaran. Tahap Pertama, orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro (Kepala Kampung) dengan membawa daun sirih, buah pinang dan gambir secukupnya. Tahap kedua, selain membawa sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini dilengkapi dengan cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawinnya. Tahap ketiga, mempersiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga, baju serta seserahan pernikahan untuk pihak perempuan. Uniknya, dalam ketentuan adat, Orang Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka telah meninggal.



sumber : http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/01/kebudayaan-suku-baduy.html